Bintuni (KADATE) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Teluk Bintuni melontarkan ancaman tegas: kontrak kerja sama Pemerintah Kabupaten dengan Petrotekno selaku operator Pusat Pelatihan Teknik Industri dan Migas (P2TIM) bisa saja dihentikan.
Alasannya, dana jumbo senilai Rp59 miliar yang digelontorkan dari APBD 2025 dinilai tidak berbanding lurus dengan manfaat bagi putra-putri asli Teluk Bintuni, khususnya anak-anak dari Tujuh Suku.
“Setelah kami lihat daftar perekrutan siswa P2TIM, anak-anak 7 suku yang dididik di sana hanya 20 persen. Sisanya 80 persen justru anak-anak dari luar Bintuni, bahkan luar Papua Barat,” tegas Ketua DPRK Teluk Bintuni.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data DPRK, dari total peserta angkatan ke-18 P2TIM, hanya 29 orang anak 7 suku yang ikut. Sedangkan 10 orang non-7 suku berasal dari keluarga transmigrasi atau yang sudah lama menetap di Bintuni. Ironisnya, 69 orang lainnya justru berasal dari luar daerah.
Sertifikat Tidak Terserap di Migas, Minat Anak Lokal Menurun
Selain persoalan dominasi peserta dari luar daerah, DPRK juga menyoroti kualitas lulusan. Menurut mereka, banyak alumni P2TIM yang tidak terserap di perusahaan migas meski telah menyelesaikan pendidikan. Penyebabnya, sertifikat yang diperoleh bukan sertifikat migas yang diakui industri.
“Hal ini membuat animo anak-anak 7 suku menurun. Mereka melihat kakak-kakak angkatan sebelumnya susah dapat kerja. Jadi, mereka enggan mendaftar,” ujar Ketua DPRK.
Dana Besar, Manfaat Kecil untuk Orang Bintuni
Dengan dana Rp59 miliar yang sepenuhnya bersumber dari APBD Teluk Bintuni, DPRK menilai seharusnya manfaat P2TIM lebih banyak dirasakan masyarakat lokal. Namun faktanya, justru anak-anak dari luar daerah yang lebih diuntungkan.
“Kalau kerja sama dengan Petrotekno ditutup, fasilitas P2TIM bisa kita ubah jadi Balai Latihan Kerja (BLK). ASN bisa dilatih komputer, terutama para bendahara. Anggaran besar itu bisa juga dialihkan untuk bangun rumah layak huni, beasiswa kuliah anak-anak Bintuni, bahkan membiayai putra-putri daerah masuk kedokteran atau IPDN,” tegasnya.
Desakan Evaluasi Kontrak Petrotekno
Pernyataan keras Ketua DPRK ini menjadi sinyal kuat bahwa kontrak dengan Petrotekno akan dievaluasi. Menurut DPRK, penggunaan Rp59 miliar APBD tidak bisa dibiarkan jika manfaatnya lebih besar dirasakan pihak luar.
“Dana sebesar ini adalah uang rakyat Bintuni. Kalau manfaatnya kecil bagi anak-anak Tujuh Suku, buat apa dipertahankan?” pungkasnya. (Daniel)