Jayapura (KADATE) – Di bawah langit yang teduh dan angin pesisir yang pelan membelai, masyarakat dari Demta dan Distrik Yokari berkumpul dalam sebuah forum terbuka menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Papua. Namun suasana tak sepenuhnya tenang—terselip “luka lama” dan kekhawatiran.
Di tengah diskusi bersama Calon Gubernur Papua Nomor Urut 1, Benhur Tomi Mano (BTM), seorang pemuda yang mewakili suara masyarakat angkat bicara.
Ia menyebut dirinya D. Karafir—sebuah nama yang diambil dari leluhur Demta, tempat laut dan gunung bersatu dalam budaya dan perjuangan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami trauma, Bapa,” ujar D. Karafir dengan suara berat.
“Pada Pilgub kemarin, 9.000 suara kami dimanipulasi oleh oknum penyelenggara. Demokrasi kami dicederai. Bagaimana kami bisa percaya kalau petugas masih yang sama? Kami tidak ingin hal ini terulang.” ujarnya lagi.
Pernyataan D.Karafir disambut gumaman dukungan dari puluhan warga lainnya yang hadir. Ada ibu-ibu dengan bayi di gendongan, tokoh adat, tokoh agama, dan anak-anak muda yang duduk bersila di tikar pandan. Semua hadir dengan satu harapan: keadilan dalam demokrasi.
Luka Lama yang Masih Membekas
Distrik Demta dan Yokari bukan hanya wilayah administratif di pesisir utara Papua. Ia adalah wilayah dengan sejarah panjang perjuangan dan semangat gotong royong. Namun dalam beberapa tahun terakhir, masyarakatnya merasa terpinggirkan dalam proses politik.
Mereka tidak menuntut lebih—mereka hanya ingin hak suara dihargai dan dilindungi.
“Jangan biarkan kami memilih, hanya untuk kemudian suara kami dicuri,” tambah D. Karafir lirih.
Cerita tentang 9.000 suara yang diduga dimanipulasi pada Pilgub sebelumnya menjadi luka kolektif yang belum sembuh. Masyarakat takut, harapan yang mereka titipkan melalui tinta di jari bisa kembali dirampas oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.
BTM: Demokrasi Harus Dirawat, Bukan Dikhianati
Menanggapi kegelisahan itu, Benhur Tomi Mano (BTM) berdiri dan berbicara dengan tenang, namun tegas. Ia tidak sekadar beretorika. Ia menjawab dengan pengalaman dan solusi konkret.
“Saya belajar dari seorang rekan di Kalimantan yang berhasil menjaga demokrasi di kampungnya saat pilkada. Salah satu kuncinya adalah keberanian rakyat untuk menjaga TPS mereka masing-masing,” ungkap BTM.
Ia melanjutkan, dalam rangka menjaga proses PSU yang adil dan bersih, dirinya dan tim akan memberi reward kepada masyarakat—baik relawan, tokoh adat, maupun pemilih umum—yang dengan berani melaporkan tindak kecurangan.
“Kalau ada yang terbukti memanipulasi suara, memobilisasi anak di bawah umur, atau melakukan intimidasi, segera laporkan ke Panwas, Bawaslu, atau saksi 01 di TPS terdekat. Jika laporan itu terbukti sah, maka pelapor akan mendapatkan penghargaan. Ini bentuk penghormatan kepada warga yang berani menjaga marwah demokrasi,” tegasnya.
BTM menyebut tindakan tersebut sebagai “merawat demokrasi dari akar rumput”. Bukan hanya dengan pidato dan baliho, tapi dengan keberanian warga melawan ketidakadilan secara langsung.
Demokrasi Tidak Bisa Dibiarkan Luka
Forum diskusi itu pun berubah dari ruang curhat menjadi ruang semangat. Warga yang semula hanya duduk diam mulai aktif mengajukan pertanyaan, bahkan mencatat informasi pelaporan jika nanti terjadi pelanggaran.
Seorang mama kampung dari Yokari, Mama Rosina Waromi, bahkan mengangkat tangan dan berkata, “Kalau memang kami bisa bantu jaga TPS, kami siap, Bapa. Tapi tolong jangan kami dibiarkan sendiri.”
BTM tersenyum, lalu menjawab, “Saya tidak akan biarkan kalian sendiri. Ini perjuangan bersama. Ini rumah kita semua.”
Membangun Kepercayaan, Menyembuhkan Demokrasi
Menjelang PSU, Papua bukan hanya butuh suara. Papua butuh kepercayaan. Butuh kejujuran dari para penyelenggara, integritas dari aparat pengawas, dan keberanian dari rakyatnya. Seperti masyarakat Demta dan Yokari, yang memilih untuk tidak diam ketika mereka merasa dikhianati.
Pertemuan hari itu ditutup dengan doa adat dan tarian suling tambur. Dentingnya kembali menggema, kali ini sebagai harapan bahwa pemilu yang akan datang tak lagi menjadi panggung manipulasi, tetapi pesta keadilan untuk semua.
Catatan Redaksi:
Jika Anda memiliki informasi atau ingin melaporkan dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan PSU, silakan hubungi Panwaslu setempat, Bawaslu Provinsi Papua, atau posko pengaduan Tim Pemenangan 01 di distrik masing-masing. Demokrasi tidak bisa dijaga sendirian. Tapi bersama, kita bisa. (***/enos)