Kisah Yoseph Mukiri, Berjalan Kaki 4 Jam Ke Sekolah

Rabu, 14 November 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yoseph Mukiri

Yoseph Mukiri


“Kasian masih ada tong pu sodara-saudara yang jalan kaki kurang lebih 15 kilo meter hanya untuk pergi ke sekolah” Saleh Bauw

BINTUNI, kadatebintuni.com ~ Pendidikan merupakan kunci memberantas kebodohan di dalam kehidupan tiap individu, karena dengan pendidikan dapat mengenal ilmu pengetahuan dan mengembangkan diri dari pelajaran moralitas yang ditanamkan di bangku sekolah, di rumah, dan di kehidupan sehari-hari.

Namun, acap kali berbagai alasan membuat banyak anak-anak harus berhenti menempuh pendidikan, mulai dari biaya sekolah yang mahal, anggapan bahwa bekerja lebih penting ketimbang pendidikan. Ataupun letak geografis lingkungan tempat tinggal dengan sekolah yang sulit untuk di tempuh. Tetapi tidak sedikit juga yang berhasil menang melawan hal-hal tersebut, untuk tetap melanjutkan cita-citanya menempuh pendidikan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Papua ini, juga ada anak-anak yang tidak memperdulikan jauhnya jarak yang harus mereka tempuh untuk kesekolah, karena bagi mereka belajar adalah jendela untuk dapat melihat dunia luar, maka dari itu, tak berlebihan bila kita juluki mereka dengan, sebutan para “serdadu kumbang,” di bumi cendrawasih.

Adalah Yoseph Mukiri dan kawan-kawannya yang berjumlah 10 orang, mereka harus menempuh jarak kurang lebih 15 Km, untuk pergi ke sekolah yang terletak di Kampung Momi Waren, kabupaten Manokwari Selatan (Mansel) Provinsi Papua Barat, dengan berjalan kaki selama kurang lebih 4 jam, baru mereka dapat sampai di sekolah tepat waktu dengan jam pelajaran di mulai pukul 8.00 Wit.

Yoseph Mukiri

Yoseph dan kawan-kawan harus cepat-cepat berangkat dari rumah pada pukul 4.00 Wit di jam yang mungkin anak-anak lain masih tertidur pulas. “Kami, baku kasih bangun, teman-teman, baru jalan dari jam 4 subuh, nanti singgah di jembatan Mawi, ada sungai untuk mandi, baru jalan lagi,” ucapnya polos.

Padahal medan yang tidak mudah, karena berbukit, dan terjal, serta melintasi hutan, tidak menyurutkan anak-anak asli Papua ini, kehilangan semangatnya untuk dapat mengenyam pendidikan.

Selain membawa tas sekolah, Yoseph dan kawan-kawan juga membawa alat makan dan ember kecil, alat-alat mandi seperti sabun. untuk mengisi perut mereka di perjalanan, Yoseph dan kawan-kawan memasak nasi untuk bekal di jalan, atau jika mereka tidak sempat memasak nasi, kelapa yang tumbuh liar, menjadi pengganjal perut mereka.

Mewawancarai Saleh Bauw, salah seorang pelintas yang pulang dari Manokwari ke Bintuni pada 14 November 2018 yang sempat bertemu dengan Yoseph di perjalanannya di Gunung Botak, mengatakan, perlunya peran serta pemerintah daerah untuk memperhatikan anak-anak, yang berjuang melawan kebodohan, meski itu artinya harus menempuh jarak yang tidak biasa di usia anak-anak itu.

“Semoga saja pemerintah bisa menyiapkan kendaraan untuk antar jemput adek Yoseph dan kawan-kawannya untuk pergi kesekolah. Kasian masih ada tong pu sodara-saudara yang jalan kaki kurang lebih 15 kilo meter hanya untuk pergi ke sekolah.

Kalian yg pernah berada digunung botak pasti tau. Begitu banyak tanjakan harus di lewati dengan berjalan kaki. Terakhir yang saya tahu dia mulai berjalan dari rumah ke sekolah jam 4 subuh dan sampai di sekolah sudah jam 8 pagi,” ujar Saleh Bauw.

Harapannya, semoga saja pemerintah daerah setempat bisa menyiapkan transportasi antar jemput buat adik Yoseph Mukiri dan beberapa temannya yang tidak sempat saya angkut di perjalanan tadi.

Ia lalu menghimbau agar para sopir mobil-mobil Hilux yang melintas agar memperhatikan laju kendaraanya, karena jalanan lintas juga di pergunakan anak-anak sekolah untuk melintas.

“Kiranya jika menjumpai adek-adek ini sedang melintas, berilah mereka tumpangan, tolong dan sayangi mereka,” tungkas pria yang berprofesi sebagai tenaga medis di Bintuni itu. [Baim]

Berita Terkait

Ketua DPRK Teluk Bintuni ancam putus kontrak Petrotekno, soroti Rp59 miliar APBD untuk P2TIM
Ruth Inanosa, “Simbol” Kebangkitan SDM Bintuni
Dukung ketahanan pangan, Polres Bintuni siapkan lahan Jagung untuk petani
Trauma Demokrasi di tanah Tabi: Warga Demta dan Yokari pertanyakan netralitas penyelenggara jelang PSU
Kadate perkuat kemitraan dengan BTM-CK: “Mengawal demokrasi yang mencerahkan seluruh tanah Papua”
UCAPAN DIRGAHAYU BHAYANGKARA KE-79 TAHUN || drg. ALFONS MANIBUI || ANGGOTA KOMISI XII DPR RI FRAKSI PARTAI GOLKAR
PSU Pilgub Papua, Sokoy A: Menangkan pasangan Tomi Mano – Costan Karma “Pemimpin Berpengalaman”
Upaya peningkatan PAD melalui pengembangan produk hasil hutan bukan kayu di Pegunungan Arfak

Berita Terkait

Senin, 25 Agustus 2025 - 07:09

Ketua DPRK Teluk Bintuni ancam putus kontrak Petrotekno, soroti Rp59 miliar APBD untuk P2TIM

Jumat, 15 Agustus 2025 - 03:00

Ruth Inanosa, “Simbol” Kebangkitan SDM Bintuni

Rabu, 23 Juli 2025 - 07:29

Dukung ketahanan pangan, Polres Bintuni siapkan lahan Jagung untuk petani

Selasa, 15 Juli 2025 - 22:34

Trauma Demokrasi di tanah Tabi: Warga Demta dan Yokari pertanyakan netralitas penyelenggara jelang PSU

Senin, 14 Juli 2025 - 22:09

Kadate perkuat kemitraan dengan BTM-CK: “Mengawal demokrasi yang mencerahkan seluruh tanah Papua”

Selasa, 1 Juli 2025 - 05:49

UCAPAN DIRGAHAYU BHAYANGKARA KE-79 TAHUN || drg. ALFONS MANIBUI || ANGGOTA KOMISI XII DPR RI FRAKSI PARTAI GOLKAR

Jumat, 13 Juni 2025 - 19:33

PSU Pilgub Papua, Sokoy A: Menangkan pasangan Tomi Mano – Costan Karma “Pemimpin Berpengalaman”

Jumat, 2 Mei 2025 - 07:29

Upaya peningkatan PAD melalui pengembangan produk hasil hutan bukan kayu di Pegunungan Arfak

Berita Terbaru

Ruth Inanosa

BERANDA

Ruth Inanosa, “Simbol” Kebangkitan SDM Bintuni

Jumat, 15 Agu 2025 - 03:00